01536 2200217 4500001002100000005001500021035002000036007000300056008004100059020002200100082001300122084001900135100001800154245007100172250002700243260003100270300002800301500094400329600002001273990002501293INLIS00000000000115320230308113544 a0010-0323000047ta230308 g p ind  a978-602-03-3244-4 a899.2211 a899.2211 CHA a0 aChairil Anwar1 aAKU INI BINATANG JALANG :bKoleksi Sajak 19421949 /cChairil Anwar aEdisi 100 tahun Cet.32 aJakarta :bGramedia,c2022 a132 hlm ;c13,8 x 20 cm aPuisi pertama dalam buku “Aku Ini Binatang Jalang” Oktober 1942 berjudul Nisan. Puisi ini mengisahkan Chairil Anwar ketika kematian merenggut nyawa sang nenek. Chairil tertegun melihat kenyataan itu. Dalam larik pertama “Bukan kematian benar menusuk kalbu” menggambarkan bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti dihadapi oleh setiap yang hidup, datang dan mendekat kepada kita atau pada orang yang dekat dengan kita. Chairil menggambarkan sekujur sosok yang begitu tenang atau barangkali dapat dikatakan tidak berdaya. Sementara sang nasib, begitu dingin tanpa belas kasihan, perlahan-lahan menyerut umur sang pemilik. Kematian membuat Chairil melihat dua hal. Pertama, betapa tak berdayanya manusia menghadapi sang maut. Kedua, betapa angkuhnya sang maut melaksanakan tugas yang bekerja tanpa mau berkompromi. Sehingga Chairil berkata tentangnya dalam bait “Tak kutahu setinggi itu atas debu, dan duka maha tuan bertakhta”. 4aPuisi Indonesia a02026/PSMUH/Hib/2023